loading...

KETIDAK EFEKTIFAN HUKUM DITINJAU BERDASARKAN TEORI SIBERNETIKA TALCOTT PARSON



T
eori Sibernetika Talccot Parson menyatakan bahwa sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling berinteraksi, berhubungan, dan bergantung satu sama lain.contohnya keterkaitan antara hukum, politik, ekonomi, dan budaya yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

By Google Images
Menurut Teori Sibernetika Talccot Parson, ada 4 subsistem yang memiliki peran dalam menjalankan fungsi utama di dalam kehidupan masyarakat yaitu :
1.      Fungsi adaptasi (adaptation), dilaksanakan oleh subsistem ekonomi salah satunya melalui kegiatan produksi dan distribusi barang atau jasa.
2.      Fungsi pencapaian tujuan (goal attainment), dilaksanakan oleh subsistem politik. Misalnya melalui pelaksanaan kegiatan ekonomi melalui kekuasaan dan memonopoli dengan unsur paksaan yang sah dalam hal ini Negara misalnya.
3.      Fungsi integrasi (integration), dilaksanakan oleh subsistem hukum dengan cara mempertahankan kesatuan antara kelompok yang berkonflik atau beda pendapat agar mendorong terwujudnya solidaritas sosial antar pihak tersebut.
4.      Fungsi mempertahankan pola dan struktur masyarakat (lattent pattern maintenance) dilaksanakan oleh subsistem budaya yang berlaku dalam masyarakat dengan tujuan terjaganya struktur masyarakat dengan cara memelihara nilai - nilai dan norma - norma yang ada.
Dapat dilihat dari fungsi utama tersebut bahwa keempat subsistem ini, yaitu ekonomi, politik, hukum, dan budaya dapat bekerja secara sendiri tetapi saling berkaitan antara satu sama lain yang berperan untuk menjaga keutuhan sistem sosial dimasyarakat. Teori ini dalam susunan struktur subsistemnya dibagi menjadi dua yaitu arus energi dan arus tata nilai.
Berikut susunan struktur subsistem Teori Sibernrtika Talccot Parson dalam arus energi :
1.      Ekonomi
2.      Politik
3.      Sosial ( dimana hukum ada di dalamnya )
4.      Budaya
Berbeda dengan susunan struktur subsistem dalam arus energi, berikut susunannya dalam arus tata nilai :
1.      Budaya
2.      Sosial ( dimana hukum ada di dalamnya )
3.      Politik
4.      Ekonomi

ANALISIS TEORI
            Berdasarkan dari susunan subsistem dalam arus energi dapat dilihat bahwa hukum dalam hal ini tidak mempunyai kekuatan atau pengaruh yang paling tinggi dibandingkan dengan subsistem ekonomi dan politik. Hal ini membuktikan jika dalam penegakannya hukum masih belum efektif, karena masih dapat di pengaruhi oleh faktor - faktor lain diluar hukum. Di dalam arus energi, subsistem ekonomi menempati urutan paling atas dan yang kedua yaitu subsistem politik, selanjutnya subsistem sosial dimana hukum terdapat di dalamnya dan terakhir ada subsistem budaya.
            Jika dilakukan analisis, subsistem ekonomi dan politik yang paling mempengaruhi hukum sedangkan subsistem budaya lebih banyak dipengaruhi oleh hukum walaupun disini setiap subsistem tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Yang pertama yaitu subsistem ekonomi yang dapat mempengaruhi hukum. Dimana disini subsistem ekonomi mempunyai suatu kekuatan atau pengaruh  yang muncul dalam bentuk pertimbangan - pertimbangan untung rugi yang berpengaruh pada kerja hukum. Hal macam inilah yang menyebabkan munculnya persaingan tidak sehat dalam usaha.
            Contoh kasus yang terjadi karena kepentingan ekonomi misalnya kasus tentang kabut asap yang terjadi di Riau akibat pembukaan lahan dengan cara dibakar guna membuka usaha perkebunan kelapa sawit. Padahal hampir setiap tahun peristiwa ini terjadi, seakan pemerintah menutup mata dan melakukan pembiaran dalam kasus ini. Pada bulan September tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menangkap Gubernur Riau, Annas Maamun dengan tuduhan bahwa pria yang menjabat sebagai Gubernur Riau itu menerima suap dari pengusaha sawit yang bernama Gulat Medali Emas Manurung. Pada waktu itu, Gulat Medali Emas Manurung menjabat sebagai orang pengting dalam rangkaian bisnis kelapa sawit. Gulat Medali Emas Manurung menjabat sebagai Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia cabang Riau. Dengan uang milyaran rupiah, beliau kemudahan kepada Annas Maamun agar mau menerbitkan izin untuk mengalih fungsikan kawasan hutan gambut di sekitar Riau untuk dijadikan sebagai perkebunan sawit seluas 1188 hektar di Kabupaten Sengingi dan 1214 hektar di Kabupaten Rokan Hilir.
            Ternyata bukan hanya Annas Maamun saja, sebagai Gubernur Riau yang terjerat kasus korupsi. Menurut catatan BBC Indonesia , mantan Gubernur Riau Rusli Zainal yang pernah menjabat selama dua periode ( 2003-2008 dan 2008-2013 ), sekarang pun telah mendekam di penjara dengan menjalankan masa tahanan selama 14 tahun lantaran terbukti menyalahkan wewenang dan menerima uang suap atas penerbitan izin pemanfaatan lahan hutan di Riau.
            Bukan hanya tindakan suap saja yang dilakukan oleh oknum pemilik kepentingan tetapi mereka juga memanfaatkan celah yang ada dalam peraturan guna membuka lahan baru dengan cara melakukan pembakaran. Di dalam hal ini yaitu Undang – Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 69 ayat 2 yang berisi, ‘Membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan local daerah masing - masing’. Dan juga beberapa Peraturan Daerah seperti Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 tahun 2010 tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat di Kalimantan Tengah serta Peraturan Daerah Provinsi Riau yang disahkan tahun 2007 tentang pedoman pengendalian kebakaran hutan, lahan, dan lingkungan hidup. Dimana kedua peraturan tersebut juga memperbolehkan praktek pembakaran hutan guna pembukaan lahan baru.
            Banyak oknum yang melakukan perbuatan pembakaran hutan demi kepentingan semata berlindung di dalam peraturan - peraturan tersebut. Hal semacam inilah yang membuktikan bahwa subsistem ekonomi memilki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap hukum. Demi meperoleh keuntungan pribadi banyak pihak yang menghalalkan segala cara untuk memperolehnya, termasuk dengan perbuatan mempengaruhi hukum dan melanggar hukum yang berlaku.
            Yang kedua yaitu adalah subsistem politik, dimana subsistem politik juga mempunyai pengaruh terhadap hukum yang membuat hukum itu menjadi tidak efektif. Hubungan antara politik dengan hukum menurut Bernard Arief Sidharta menyebutkan bahwa hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan ( politik, ekonomi, sosial, dan budaya ) dibentuk dan ikut membentuk tatanan masyarakat, bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan sifatnya namun sekaligus ikut menentukan sifat masyarakat itu sendiri.[1].Hukum merupakam produk dari politik sehingga dalam karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh pertimbangan konfigurasi politik yang melahirkannya. Mahmud MD mengatakan bahwa relasi hukum dan politik dibagi menjadi tiga model hubungan. Pertama sebagai das sollen, hukum determinan atas politik karena setiap agenda politik harus tunduk pada ketentuan hukum. Yang kedua yaitu sebagai das sein, politik determinan atas hukum karena dalam faktanya hukum merupakan produk politik sehingga hukum yang ada di depan kita tidak lebih dari kristalisasi dari kehendak – kehendak politik yang bersaing. Ketiga , politik dan hukum berhubungan secara interdeterminan karena politik tanpa hukum akan zalim sedangkan hukum tanpa pengawalan akan lumpuh. Menurut Mahmud MD ada pengaruh yang cukup signifikan antara konfigurasi politik terhadap produk hukum di Indonesia, oleh karena itu sudah banyak produk hukum yang terkooptasi oleh kekuasaan.[2]
            Melihat kategorisasi yang ada, secara normatif konsep relasi ketiga adalah yang paling sesuai. Akan tetapi, kalau melihat dari iklim politik di Indonesia. Saat ini Negara kita lebih condong kepada relasi das sein, dimana politisasi dominan terhadap produk hukum yang di hasilkan saat ini. Sehingga produk hukum yang dihasilkan tidak lebih dari sekedar kepentingan politik kelompok tertentu saja. Bukan hanya produk hukum saja yang digunakan oleh politisi untuk kepentingan politik mereka. Tetapi banyak politisi yang menyalah gunakan jabatan atau wewenang mereka untuk kepentingan pribadi.
            Banyak contoh kasus dimana subsistem politik mempengaruhi hukum, misalnya UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, didalam undang – undang ini pada pasal 72 tentang sumber pendapatan desa salah satunya berasal dari Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) dan Alokasi Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ). Dimana pencairan dana desa tersebut sangat berpotensi digunakan sebagai kendaraan politik oleh para oknum politisi – politisi. Mengingat pencairan dana desa yang turun mendekati pilkada yang akan diadakan pada tanggal 9 Desember 2015,  secara serentak di Indonesia. Selain itu banyak oknum politisi yang melakukan penyelewengan terhadap jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya hanya untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya.  Hal ini membuktikan bahwa subsistem politik memiliki pengaruh terhadap hukum. Banyak oknum yang memanfaatkan politik hanya sebagai alat untuk memperkaya diri tanpa memperdulikan tugasnya sebagai perwakilan dari rakyat yang seharusnya mewakili kepentingan dari rakyat. Sehingga hukum menjadi tidak efektif dalam penegakannya.
            Berdasarkan analisis Teori Sibernetika Talccot Parson dalam struktur atau susunan arus energi dapat dilihat bahwa hukum masih belum efektif. Apabila dalam dalam penegakannya masih dapat dipengaruhi oleh faktor – faktor  lain yang membuat hukum seakan bukan menjadi sesuatu yang tertinggi dan harus dipatuhi. Disini terlihat bahwa hukum dapat dipermainkan karena banyak oknum memanfaatkan dan berlindung pada celah – celah hukum yang ada untuk mencapai kepentingannya.


[1] Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari.2010.Dasar – Dasar Politik Hukum.Jakarta:RajaGrafindoPersada, halaman 2.





[2] Moh. Mahfud MD.1993.Perkembangan Politik: Studi Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Hukum di Indonesia”(Disertai Doktor),Yogyakarta:UniversitasGajahMada, halaman 26.

Komentar

Postingan Populer